Kamu berhasil membuat
aku menyukaimu. Terjun bebas lalu tenggelam ke dalam auramu. Kamu itu selalu
bisa membuat aku selalu merasa nyaman di dekatmu. Entahlah, tapi aku lebih
menyukaimu dekat dan tidak jauh darimu. Aku tidak tahu mengapa aku terlalu
memujamu, kamu itu biasa saja, tidak ada yang berbeda dari yang lain, tapi ulah
kecilmu yang menyebalkan itu yang selalu membuat aku merindukanmu.
Sudah berapa lama ya
kita saling mengenal? Hampir tiga tahun, mungkin, aku memang tidak tahu kapan
tepatnya kita berkenalan, tapi ada yang selalu tepat memaknai perkenalan kita,
hati ini yang selalu sama sejak awal kita bertemu. Hati yang selalu
menggebu-gebu ketika melihatmu.
Tiga tahun ya? Bukan
waktu yang singkat menurutku, kamu memberiku perhatian yang lebih, kamu
memberiku sesuatu yang istimewa, kamu selalu membuatku tak bisa lepas dari
denganmu, dari sorot matamu, dari sudut bibirmu, dari semua perlakuanmu, walau
mungkin hanya aku yang merasakannya.
Tapi...tiga tahun itu
terlalu lama bagiku. Semakin lama kamu jadi semakin semu, semakin sulit ku
rengkuh. Tak ada perhatian, tak ada kejutan, tak ada yang istimewa. Apa aku
harus menyerah? Meninggalkanmu dan mengubur rasa ini dalam-dalam? Sehingga aku
bisa membuka hati untuk orang yang mau menerimaku dengan setulus hati?
Sebenarnya apa
maksudmu, memberikan perhatian lebih tapi akhirnya kau meninggalkanku pula. Itu
salahmu! Kamu yang mempermainkanku seolah aku ini boneka dan kamu itu sebagai
tuannya. Seakan kamu berhak atas diriku. Kamu yang buat aku terjebak lalu
tersesat dalam labirin hatimu. Itu semua karena kamu yang memulai. Itu karena
ulahmu yang berlebihan, dan membuatku terjerumus atas rasa sayangku padamu.
Jadi salahkah aku? Jika aku menyayangimu? Dan mengharapkanmu tuk menjadi
milikku? Jangan bilang dan jangan pernah bilang jika itu semua salahku, karena
aku yang terlalu berlebihan menilai semua sikapmu padaku. Awalnya rasa ini
biasa, tak ada yang lebih, tapi kamu yang membuat perasaan aku melebihi batas
biasa. Jadi masihkah kamu menyalahkanku?
Memikirkanmu membuatku semakin muak,
namamu selalu berkeliaran dalam otakku bertaburan tak menentu. Tapi senyummu
tak bisa lepas, terlalu melekat, sulit untuk di lepas.
Kamu selalu
meyakinkanku bahwa kamu itu nyata, bukan cuma singgah dalam bayang, bukan cuma
ada dalam dongeng impianku saja. Kamu itu sungguhan. Asli. Real. Bukan aku yang
terlalu gila sampai-sampai hanya khayalan.
Kamu membawa
hari-hariku yang abu-abu menjadi berwarna seperti pelangi me-ji-ku-hi-bi-ni-u.
Menjadi crayon dalam kanvas putihku. Menjadi lentera dalam gelapnya sudut
hatiku.
Ibarat magnet yang
sama kutubnya saling bertemu lalu ia serentak bertolak belakang, begitulah hati
dan pikiranku, sama-sama bertolak belakang, hati ini tak ingin melepasmu,
sedangkan otakku berkata sebaliknya.
Dan sekarang kamu
kembali, kamu muncul lagi, menyapaku dengan sapaan selembut kapas. Apa
maksudmu? Apa ini bagian dari naskah dramamu? Menyakitiku seperti di sinetron
yang ber-season? Apakah ini season ke dua? Berarti peranmu sukses ya?
Kamu datang lagi,
seolah tidak terjadi apa-apa, membuka balutan luka yang dalam yang teramat
perih ini yang sudah lama merekat kuat, kamu buka dengan lembut dan sebisa
mungkin tak membekaskan rasa sakit. Aku berusaha agar tidak masuk ke dalam
lubang yang sama untuk kedua kalinya lagi, tapi lagi-lagi kamu meyakinkanku
dengan ulahmu yang seakan sosokmu nyata tanpa dusta, berusaha untuk tidak
mengingat kenangan, kamu membuka paksa loker kenangan yang sudah ku kunci rapat
itu, kamu buka dengan bebas, dan semuanya masih tersimpan rapi disana, kamu
membuka paksa sampai kenangan itu jatuh bertaburan dalam rona pikiranku.
Kamu sudah
melakukannya lagi. Maukah kamu bertanggung jawab jika aku terpeleset jatuh ke
dalam hatimu lagi? Dan tak ada lagi permainan? Kupikir ini sudah lebih dari
cukup kamu membuat aku sakit.
Cukup. Sampai disini. Jangan lagi. Kumohon. Aku berusaha untuk melupakan rasa sakit dan meleburkannya, dan jangan kau buat aku merasakan rasa sakit yang sama untuk kedua kalinya. Dan kumohon jangan menyalahkanku jika aku terlalu menyayangimu dan mengharapkanmu kemarin, kumohon sekali lagi padamu jangan memulai permainan itu lagi dan membuat aku kalah bersama rasa sakit yang dalam dalam ikatan hukuman eratmu untuk kedua kalinya. Kumohon.
Cukup. Sampai disini. Jangan lagi. Kumohon. Aku berusaha untuk melupakan rasa sakit dan meleburkannya, dan jangan kau buat aku merasakan rasa sakit yang sama untuk kedua kalinya. Dan kumohon jangan menyalahkanku jika aku terlalu menyayangimu dan mengharapkanmu kemarin, kumohon sekali lagi padamu jangan memulai permainan itu lagi dan membuat aku kalah bersama rasa sakit yang dalam dalam ikatan hukuman eratmu untuk kedua kalinya. Kumohon.
Jangan, jangan lagi, kumohon.
Aku tak mau terjebak dalam hatimu lagi
dan membiarkan sakit ini menjamur lebih lama.
Cerita ini kamu yang memulai,
jangan pernah menyalahkanku jika aku mengharapkanmu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar